Sabtu, 09 Mei 2020

Sistem Talaqqi dalam Belajar Al-Quran

Sahabat al-Quran, diantara salah satu sunnah al-Quran al-Karim adalah belajarnya dengan cara talaqqi wal musyafahah ( ٱلتَّلَقِّيُّ وَٱلمُشَافَهَةُ ) yaitu bertemu dan belajar langsung dari pengucapan Sang Guru. Inilah cara belajar yang paling utama diantara wasilah-wasilah lainnya seperti melalui Televisi, Youtube, Buku, dll. Adapun melalui media-media tersebut hanyalah sebagai alternatif yang Allah mudahkan untuk kita, utamanya untuk pelosok-pelosok daerah yang belum ada guru al-Quran yang mumpuni.
Continue reading Sistem Talaqqi dalam Belajar Al-Quran

Sabtu, 26 Maret 2016

, ,

Ooops...Maaf bukan Mahram


Tentu sudah bukan hal yang tabu lagi bagi kita sebagai sobat muslim, jika mendengar kata mahram. Ini pula yang menjadi tolak ukur kita dengan siapa harus bergaul dan bersentuhan dan dengan siapa yang dilarang. Ingat!, mahram hanya terdapat dalam syariat islam, tidak dalam agama yang lain, dan inilah yang membuktikan betapa agungnya agama islam dalam memuliakan antar sesama. Terutama dalam mengangkat derajat seorang wanita.
Continue reading Ooops...Maaf bukan Mahram

Sabtu, 03 Oktober 2015

,

Di jodohkan?

Sumber gambar: www.nyunyu.com

Oleh: Hamdani Aboe Syuja’


“Kamu udah punya jodoh belum?” 
“Udah” 
“Kok belum nikah-nikah?”  
“Oh, kami masih 5 tahun lagi insyaAllah… Nunggu umur 25” 
“Oooohh emang boleh ya sperti itu?”

Sahabat fata... pada edisi kali ini kita akan menyinggung seputar hukum jodoh-menjodohkan dalam perspektif syariat islam. Mungkin, kita banyak menemui kasus seperti dalam ungkapan diatas di kehidupan bermasyarakat, Indonesia utamanya. Seringkali para orangtua menjodohkan anaknya dalam waktu yang sangat lama, sambil menunggu kesiapan keduanya.
Continue reading Di jodohkan?

Kamis, 08 Januari 2015

, ,

Hari gini masih nyontek!


Disaat lagi kegiatan belajar mengajar di salah satu kelas, saya mengajukan pertanyaan kepada salah seorang siswa, tentang budaya menyontek yang sering terjadi di negeri kita ini. Dengan nada ceplosnya iapun mengatakan “Ustadz, ana paling nggak suka sama yang namanya nyontek. Hukumnya haram, ia lulus juga mendapatkan syahadatus zuur (Ijazah palsu). Dan nanti disaat ia melamar pekerjaan pun menggunakan syahadatus zuur, terus ia mendapatkan gaji dari hasil syahadatus zuur. Dan seterusnya, ia hidup dengan hal-hal yang haram. Wal iyadzubillah”..
------------------------------------------------------------

Yap, benarkah anggapan santri diatas?
Sobat Fata, Setiap tahun kita sering mendengar berita melalui media-media masa seperti koran, radio, televisi, dan media-media informasi lainnya yang mengabarkan tentang beberapa tempat atau instansi sekolah yang melakukan kecurangan dalam pelaksanaan Ujian Nasional (UN), itu fenomena yang sangat mencuat disetiap akhir tahun ajaran. Walaupun dibalik itu semua masih banyak kecurangan-kecurangan yang tidak diketahui oleh masa. Namun tahukah sobat hukum dari berbuat curang? Bagaimana kacamata syariat memandangnya. Apakah islam mengajarkan hal yang seperti ini. Jawabannya tentu tidak!. Mari kita telusuri bersama!

Curang dalam bahasa arab juga dikenal dengan Ghiys, dari asal kata ( غَشَّ يَغُشُّ غِشًّا ). Adapun Secara istilah, Al-Imam Al-Munawi berkata,
الغشّ ما يخلط من الرّديء بالجيّد
 “Apa-apa yang dicampur antara keburukan dengan kebaikan” (Lihat: kitab Tauqif 'ala muhimmat at-ta'riifat, Hlm. 252 )

Menyontek adalah salah satu katagori yang masuk dalam pengertian Ghiys atau curang. Menyontek terutama disaat ujian merupakan budaya yang sangat-sangat sering terjadi, mulai dari siswa-siswa sekolah dasar sampai ke jenjang mahasiswa kadang sering terjadi. 

Ancaman bagi orang-orang yang berbuat curang
Menyontek bukan budaya orang islam, hanya mereka yang lemah imannya dan kurang memahami akan hukum-hukum islam yang melakukannya. Dan ingatlah bahwa orang-orang yang berbuat kecurangan dalam melaksanakan urusannya akan mendapatkan ancaman dari Allah subhanahu wata'ala-, 
مَنْ غَشَّنَا فَلَيْسَ مِنَّا
“Barangsiapa mencurangi kami maka bukan dari golongan kami” ( HR. Muslim , no. 146)

Saudaraku…
Maka sungguh nista jika masih didapatkan disekitar kita orang-orang yang suka berbuat curang, baik itu curang pada diri sendiri ataupun kepada orang lain yang bersifat sosial. Karena islam sangat mewanti-wanti umatnya dari kecurangan. 

Positif thinkig
Saudaraku…
Rasa percaya diri sangat dibutuhkan oleh seseorang dalam melaksanakan tugas-tugasnya, karena jika dari pertama sudah merasa pesimis atau negative thinking dalam melaksanakan sebuah tugas, maka ia akan terkekang dengan alasannya itu rasanya berat, sulit, dan tidak akan timbul dalam dirinya rasa ingin berusaha sendiri, dan selalu bermalas-malasan. Namun, jika seseorang memandang sebuah persoalan itu mudah, maka yang sulit pun akan ia kerjakan dan akan menjadi mudah sesulit apapun persoalan tersebut.

Maka, cara pandang seseorang dalam menyelesaikan sebuah persoalan juga sangat tergantung dalam penyelesaian persoalannya. Jangan pernah merasa hebat, jika anda belum bisa menguasai diri anda untuk menjadi orang yang bisa positif thinking.

Begitu pula kecurangan akan muncul ketika seseorang sudah merasa negative thinking. Kita ambil contoh ketika pelaksanaan ujian, seseorang yang sudah merasa pesimis tidak bisa menjawab soal-soal ujian ia akan mengambil jalan pintas dengan menyontek. Dan akibatnya sangat-sangat fatal, si siswa tersebut bertambah malas dalam belajar dan kecurangan demi kecurangan bermunculan.

EFEK SAMPING DARI CURANG
Setiap Allah melarang suatu perkara, sudah barang tentu didalamnya terdapat efek samping dan mudharat yang sangat besar. Begitu pula dengan tindak kecurangan, dan diantara efek yang timbul akibat dari ghiys atau curang:

- Merugikan diri sendiri dan orang lain
Yap, setelah sobat menghabiskan waktu berbulan-bulan buat belajar, dengan niat lurus ingin mendapatkan ilmu yang banyak. Tapi, nihil. Ternyata diakhir masa belajar ia berbuat curang dalam melaksanakan ujian. Dan sudah barang tentu orang seperti ini tidak pernah belajar. Padahal  Rasulullah bersabda, 
إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالخَوَاتِيْمِ -رواه البخاري-
Artinya: “Sesungguhnya amalan-amalan (seorang hamba) itu tergantung pada amalan-amalan penutupnya.” (HR. Imam Al-Bukhari).

- Menimbulkan kemurkaan Allah
Sobat, hal ini jelas. Dan untuk semua kecurangan yang dilakukan oleh seorang hamba akan mendapat balasannya yang setimpal. Baik, akan dibalas dengan kebaikan. Jelek, maka akan dibalas dengan kejelekan pula. “Balasan sesuai dengan jenis perbuatan” sabda Nabi -shallallahu 'alaihi wasallam-. Ketika seorang hamba berbuat curang, maka Allah akan membalasnya dengan dosa kecurangnya tersebut. 

- Membuat seseorang malas dalam belajar dan selalu berpikiran sempit
Ini faktor yang sangat jelas, ketika seorang siswa sudah terbiasa dengan kelakuan menyonteknya ini, maka yang ada dalam pikirannya adalah “Ah, ngapain belajar, paling nanti juga dapat contekan dari fulan!”. Pola pikiran seperti ini, jika terus-menerus dibiarkan tersimpan didalam memori seseorang, maka akan menjadikan si siswa ini tidak termotivasi untuk giat belajar. Dan tidak ada usaha sedikitpun yang ia kerjakan untuk mencapai tujuannya.

Allah sudah memberikan kita akal dan fisik yang sehat, maka gunakanlah pemberian Allah tersebut untuk hal-hal yang bermanfaat. Karena semoa orang punya kesempatan dan potensi untuk mejadi yang terbaik.

Jangan seperti mereka!!
Sobat fata…
Apalah gunanya jika kita bersungguh-sungguh dalam belajar namun diakhirnya kita memutuskan untuk menyontek disaat ujian. Sangat krusal jika ada siswa yang mengatakan “Si fulan aja nyontek, masa saya ngak boleh!”.

Sobat, tahukah engkau siapa yang selalu mengawas kita, gurukah? Atau Allah yang Maha diatas?. Jawabannya kedua-duanya, namun penjagaan Allah akan selalu menyertai kita baik dalam keadaan tersembunyi maupun terang-terangan. Apakah kita hanya takut kepada guru yang mengawasi kita ataukah kepada Allah yang selalu mengawasi kita?, tentu jawaban seorang mukmin yang sejati adalah penjagaan Allah lebih kita takutkan. Maka ambillah keputusan dari sekarang, katakanlah “Tidak!!” untuk berbuat curang, cam kan dalam hatimu.

Jangan seperti mereka, orang-orang yang menyontek dan berbuat kecurangan. Apakah anda mau jika mereka diazab dengan azab Allah, kamu juga mau diazab? Apakah jika murka Allah menimpa mereka, kamu juga mau dimurkai oleh Allah?. Tentu tidak. Tidak ada yang ingin dirinya dimurkai oleh Allah –subhanahu wata’ala-. Maka, kerjakan semampu anda, walaupun terkadang semua persoalan tidak bisa anda selesaikan dengan sempurna, tapi anda merasa bangga, karena semua yang anda kerjakan adalah dari hasil jerih payah anda sendiri.

Sob, sebelum berakhir saya ingin menegaskan, bahwa apa yang diungkapkan oleh santri diatas merupakan kebenaran dan hal ini pula senada dengan apa yang diungkapkan oleh Syaikh Shalih Ibnu Utsaimin dalam fatwanya.

Sobat, Mungkin kita sering menyaksikan fenomena-fenomena kecurangan dalam ruang lingkup kita sendiri, saat ujian dikelas, saat mengikuti musabaqah atau disaat yang lain. Termasuk didalamnya juga adalah curang dalam  perkara-perkara yang lain.  Maka, ingatlah! Bahwa yang anda lakukan adalah haram.  

قال الشيخ ابن عثيمين رحمه الله : " الغِشُّ فِي الاِمْتِحَانَاتِ مُحَرَّمٌ ، بَلْ مِنْ كَبَا ئِرِ الذُّنُوْبِ ، لاَ سِيَّمَا وَأَنَّ هَذَا الغِشَّ يَتَرَتَّبُ عَلَيْهِ أَشْيَاءَ فِيْ المُسْتَقْبَلِ : يَتَرَتَّبُ عَلَيْهِ الرَّاتِب ، والمَرْتَبَةُ ، وَغَيْرَ ذَلِكَ مِمَّا هُوَ مَقْرُوْنٌ بِالنَّجَاحِ " (فتاوى نور على الدرب" (24/ 2(
“Kecurangan disaat ujian hukumnya adalah haram. Bahkan masuk dalam katagori dosa-dosa besar. Apalagi seseorang berbuat curang yang menyangkut dengan perkara-perkara masa depan: menyangkut dengan gaji dan kedudukannya dan segala sesuatu yang menyebabkan kelulusannya ” (Lihat: Fatawa nuurun 'ala ad-darb. Jilid 2, hlm. 24)
Waallahu a'lam bisshowa

-------------------------------------
Oleh: Hamdani Aboe Syuja'
Tulisan ini termotivasi dari ujian santri, sebagai bentuk nasehat untuk mereka
Continue reading Hari gini masih nyontek!

Rabu, 07 Januari 2015

, ,

Terlilit Hutang


Sering kita mendengar dan bahkan kita yang mengatakannya “Pinjamin ane uang dong!”
Lebih-lebih lagi bagi sebagian santri yang tinggal dipondok, selalu jika lagi diakhir bulan “minta pinjaman dengan harapan akan membayarnya di awal bulan nanti waktu kiriman datang”.
----------------------------------------------------------------------

Nah, apakah hutang itu dilarang dalam islam?, tentu jawabannya adalah tidak. Islam bahkan membolehkan bagi umatnya untuk berhutang, demi kemudahan seseorang disaat dalam kesulitan. Namun, yang harus diperhatikan adalah tidak membiasakan diri untuk berhutang. Belajarlah untuk bersabar dan menahan diri jika lagi dalam keadaan sulit. Berikut penulis akan menjelaskan beberapa hal yang terkait dengan masalah hutang yang harus kita perhatikan.

Sobat fata, kebiasaan berhutang membuat seseorang tertekan dalam hidupnya, lebih-lebih jika hutangnya sudah mulai menumpuk dan penghasilannya pun tidak mencukupi untuk pembayaran hutang. Maka hari-hari yang ia jalani pun penuh dengan kegalauan dan ketidaknyamanan. Orang yang berhutang akan merasa sangat malu jika bertemu dengan orang yang menghutanginya. Mungkin perasaan ini juga yang sering anda rasakan saat anda berhutang sama seseorang.

Rasulullah -shallallahu 'alaihi wasallam- pun pernah berhutang kepada salah satu orang yahudi yang belum sempat beliau lunasi sampai akhir hayatnya, kemudian hutangnya ditebus dengan baju besi Rasulullah -shallallahu 'alaihi wasallam-. Baju besi yang selalu beliau kenakan saat peperangan. Ini membuktikan kebolehan bagi kita untuk berhutang. 

Sobat, ingatlah bahwa orang yang banyak hutang dan selalu dalam keadaan berhutang, ia akan sangat dibenci oleh siapapun, bahkan ia akan mendapatkan beberapa bencana yang sangat membayakan akan masa depan akhiratnya. 

“Jenazahnya tidak dishalatkan”
Bencana pertama yang akan menimpa seorang yang berhutang adalah jenazahnya tidak dishalatkan. Satu contoh konkrit apa yang terjadi pada zaman Rasulullah -shallallahu 'alaihi wasallam-, seperti yang dikabarkan dalam sebuah hadist yang diriwayatkan dari Salamah bin Al-Akwa’ -radhiallaahu 'anhu-, dia berkata “Kami duduk di sisi Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam-. Lalu didatangkanlah satu jenazah. Lalu beliau bertanya, “Apakah dia memiliki hutang?” Mereka (para sahabat) menjawab, “Tidak ada.” Lalu beliau mengatakan, “Apakah dia meninggalkan sesuatu?”. Lantas mereka (para sahabat) menjawab, “Tidak.” Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menyolati jenazah tersebut.
Kemudian didatangkanlah jenazah lainnya. Lalu para sahabat berkata, “Wahai Rasulullah shalatkanlah dia!” Lalu beliau bertanya, “Apakah dia memiliki hutang?” Mereka (para sahabat) menjawab, “Iya.” Lalu beliau mengatakan, “Apakah dia meninggalkan sesuatu?” Lantas mereka (para sahabat) menjawab, “Ada, sebanyak 3 dinar.” Lalu beliau menshalati jenazah tersebut.
Kemudian didatangkan lagi jenazah ketiga, lalu para sahabat berkata, “Shalatkanlah dia!” Beliau bertanya, “Apakah dia meningalkan sesuatu?” Mereka (para sahabat) menjawab, “Tidak ada.” Lalu beliau bertanya, “Apakah dia memiliki hutang?” Mereka menjawab, “Ada tiga dinar.” Beliau berkata, “Shalatkanlah sahabat kalian ini.” Lantas Abu Qotadah berkata, “Wahai Rasulullah, shalatkanlah dia. Biar aku saja yang menanggung hutangnya.” Kemudian beliau pun menyolatinya.” (HR. Bukhari no. 2289)

Akan ditunda masuk surga
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
نَفْسُ الْمُؤْمِنِ مُعَلَّقَةٌ بِدَيْنِهِ حَتَّى يُقْضَى عَنْهُ
“Jiwa seorang mukmin masih bergantung dengan hutangnya hingga dia melunasinya.” (HR. Tirmidzi no. 1078. 

Diakhirat seseorang yang masih belum melunasi hutangnya ia akan ditunda masuk surga, sampai ia melunasinya. Jika tidak maka pahala yang ia miliki akan diberikan kepada orang yang ia hutangi, kemudian jika ia tidak memiliki pahala maka dosa-dosa orang yang dihutangi itu akan diberikan kepada yang berhutang. 

Perhatikan!!
Sungguh betapa ngerinya hutang. Terlebih jika belum sempat membayarnya sampai akhir hayat menjemput. Didunia sengsara, akhiratpun sengsara. 

Sobat muda, Rasulullah -shallallahu 'alaihi wasallam- selalu berlindung dari hutang setiap selesai shalat. Seperti yang dikabarkan dari 'Aisyah -radhiallahu 'anha- dalam sebuah hadist, “Dulu Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam sering berdoa di shalatnya: 

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَفِتْنَةِ الْمَمَاتِ, اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْمَأْثَمِ وَالْمَغْرَمِ
“Ya Allah! Sesungguhnya aku berlindung kepadamu dari azab kubur, dari fitnah Al-Masiih Ad-Dajjaal dan dari fitnah kehidupan dan fitnah kematian. Ya Allah! Sesungguhnya aku berlindung kepadamu dari hal-hal yang menyebabkan dosa dan dari berhutang“
Berkatalah seseorang kepada beliau:

مَا أَكْثَرَ مَا تَسْتَعِيذُ مِنَ الْمَغْرَمِ؟ 
“Betapa sering engkau berlindung dari hutang?”
Beliau pun menjawab:

إِنَّ الرَّجُلَ إِذَا غَرِمَ, حَدَّثَ فَكَذَبَ وَوَعَدَ فَأَخْلَفَ.
“Sesungguhnya seseorang yang (biasa) berhutang, jika dia berbicara maka dia berdusta, jika dia berjanji maka dia mengingkarinya” (HR Al-Bukhaari no. 832 dan Muslim no. 1325/589)

Termasuk dosa besar pula disaat seseorang suka berbohong dan selalu mengingkari janjinya. Maka orang yang berhutang dan selalu dalam hutangnya, ia akan mendapatkan dosa dan dosa. Maka, solusi terbaik adalah jauhilah sifat kebiasaan berhutang sekecil apapun. Selama engkau masih mampu, maka bersabarlah dan carilah solusi untuk selalu mendapatkan kebutuhan yang mencukupi kita.

Jika ada orang yang datang kepada anda, dan meminta untuk berhutang maka mudahkanlah ia, jika anda dalam kelapangan. Karena sifat inilah yang akan mencerminkan akhlak seorang muslim yang baik, yang selalu membantu saudarnya disaat dalam kesusahan. Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda,

مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللَّهُ عَلَيْهِ فِى الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ فِى الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَاللَّهُ فِى عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِى عَوْنِ أَخِيهِ
“Barangsiapa meringankan sebuah kesusahan (kesedihan) seorang mukmin di dunia, Allah akan meringankan kesusahannya pada hari kiamat. Barangsiapa memudahkan urusan seseorang yang dalam keadaan sulit, Allah akan memberinya kemudahan di dunia dan akhirat. Barangsiapa menutup ‘aib seseorang, Allah pun akan menutupi ‘aibnya di dunia dan akhirat. Allah akan senantiasa menolong hamba-Nya, selama hamba tersebtu menolong saudaranya.” (HR. Muslim no. 2699)
Wallahu a'lam bisshowab

---------------------------------

Oleh: Hamdani Aboe Syuja'
Sumber: Majalah el fata, rubrik fiqh for teens
Continue reading Terlilit Hutang